Cek! 5 Mata Uang Terburuk & Terbaik saat Pandemi Covid-19

Cetak

Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)Pandemi penyakit virus corona (Covid-19) membuat peta kekuatan mata uang di tahun ini berubah. Rupiah yang di awal tahun digadang-gadang akan menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik justru merosot 5,62% melawan dolar Amerika Serikat (AS) secara year-to-date (ytd). Beruntung masih banyak mata uang yang kinerjanya lebih buruk dari rupiah, bahkan ada yang ambrol puluhan persen.

Melansir data Worldometer, virus corona kini sudah menginfeksi lebih dari 39 juta orang di lebih dari 200 negara. Lebih dari 1,1 juta orang meninggal dunia, sementara 29,3 juta orang berhasil sembuh.


Guna meredam penyebaran virus corona, pemerintah di berbagai negara menerapkan kebijakan pembatasan sosial (social distancing) hingga karantina wilayah (lockdown). Alhasil, perekonomian dunia nyungsep, banyak negara masuk ke jurang resesi.

Kemerosotan ekonomi akibat pendemi ini membuat mata uang suatu negara merosot tajam, tetapi ada juga yang justru membukukan penguatan.

Berdasarkan data dari Refinitiv, secara year-to-date, real Brasil menjadi mata uang dengan kinerja terburuk setelah merosot 27,7% melawan dolar AS.

Setelah real Brasil, mata uang naira Nigeria menjadi yang terburuk kedua dengan pelemahan 19,7%, disusul rand Afrika Selasan -18,9% dan peso Argentina serta lira Turki melengkapi 5 besar mata uang terburuk dengan pelemahan masing-masing 18,5%.

Brasil yang kinerja mata uangnya menjadi yang terburuk di dunia merupakan negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbanyak ketiga di dunia, di bawah Amerika Serikat dan India. Berdasarkan data dari CEIC, kasus pertama di Brasil dilaporkan pada 26 Februari lalu. Hingga awal April jumlah kasus di Brasil masih di bawah 10.000 orang, tetapi setelahnya langsung meroket hingga lebih dari 5,1 juta kasus.

Perekonomian Brasil pun merosot, di tahun ini bank sentral Brasil memprediksi produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi 5%.

Reuters melaporkan sejak dihantam pandemi Covid-19, terjadi capital outflow di pasar saham dan obligasi Brasil sekitar US$ 90 miliar. Alhasil, kurs real pun ambrol.

Sementara itu, krona Swedia menjadi mata uang terbaik dunia di tengah pandemi. Data dari Refinitiv menunjukkan krona mampu menguat 7,5% YTD melawan dolar AS. Franc Swiss berada di urutan kedua dengan penguatan 6,6%, disusul krona Denmark +6,1%. Euro berada di urutan ke-empat dengan penguatan 5,8%, dan leu Rumania melengkapi 5 besar terbaik setelah menguat 4,7%.

Swedia menjadi salah satu negara Benua Biru yang sukses meredam penyebaran virus corona, meski belakangan ini kembali mengalami lonjakan kasus. Hingga saat ini, jumlah kasus Covid-19 di Swedia mencapai 101.332 orang, dan berada di urutan ke 44 negara dengan jumlah kasus terbanyak.

Kesuksesan Swedia meredam penyebaran Covid-19 menjadi salah satu penopang kinerja impresif mata uangnya. Tetapi, faktor utama penguatan krona di tahun ini adalah statusnya sebagai mata uang "risk-on", alias mata uang yang diburu saat sentimen pelaku pasar membaik.

Perekonomian global yang mulai pulih dari kemerosotan membuat sentimen pelaku pasar membaik, krona pun perlahan terus menguat.

"Krona Swedia dilabeli sebagai mata uang yang tergantung dari sentimen terhadap risiko, dan kita pasti akan melihat apresiasi saat sentimen terhadap risiko pulih," kata Richard Falkenhall, ahli strategi valuta asing senior di Skandinaviska Enskilda Banken (SEB) Group, sebagaimana dilansir poundsterlinglive.

Falkenhall memprediksi, krona masih akan menguat sebab masih undervalue sekitar 7% sampai 10%. Melansir data Refintiv, krona Swedia saat ini berada di level 8,8778/US$.

Sumber  https://www.cnbcindonesia.com