Penyebab Banyak UMKM Bangkrut Saat Pandemi

Cetak

Bisnis kecil di beberapa negara termasuk Indonesia banyak yang mengalami kebangkrutan efek dari merebaknya virus Covid-19 alias corona. Sejak virus corona merebak, aktifitas perekonimian dihentikan sementara. Hal ini dilakukan untuk mengurangi angka penyebaran penyakit. Namun, dampaknya banyak pelaku bisnis gulung tikar dan banyak pula yang tutup untuk selamanya.


Efek domino ini sebenarnya tidak hanya terjadi pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saja. Tetapi juga usaha-usaha yang dulunya mapan. Sebut saja salah satu perusahaan ritel di Jakarta, perusahaan teknologi perhotelan dan masih banyak lagi.


Berbeda dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 yang diselamatkan oleh UMKM. Saat banyak bisnis berjatuhan, justru produk dari bisnis kecil mengalami peningkatan ekspor. Akan tetapi, kondisi sekarang jauh berbeda karena hampir seluruh dunia dilanda virus mematikan.


Penyebab UMKM Banyak yang Bangkrut
Setidaknya, ada beberapa penyebab utama yang membuat UMKM mengalami banyak kerugian hingga terjadi kebangkrutan. Diantaranya adalah:
1. Pembatasan Sosial yang Ditetapkan oleh Pemerintah
Sebelum menjalankan New Normal, pemerintah lebih dulu menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ketetapan ini merupakan upaya untuk memutus persebaran virus corona yang mematikan. Namun, dampak kebijakan PSBB ini dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Banyak dari pelaku UMKM ini tidak dapat menjalankan bisnis sama sekali. Akan tetapi, masih ada yang bertahan walaupun ruang gerak sangat terbatas. Penutupan sementara fasiltas umum memberi dampak pada pengusaha kecil. Seperti contohnya, pedagang kelontong tidak dapat menjual barangnya disebabkan oleh pasar yang ditutup dalam jangka waktu tertentu.
Menurut survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga, terdapat 47% pelaku UMKM di Indonesia tidak dapat beroperasi sama sekali. Faktor utama penyebab kondisi ini tidak lain adalah masalah arus kas dan kesulitan dan supply barang. Pemerintah terus mencari jalan keluar untuk membangkitkan perekoniman yang sempat terhambat akibat musibah ini.

2. Pendapatan di Bawah Normal
Pandemi Covid-19 juga berdampak langsung terhadap pendapatan masyarakat di Indonesia. Hasil survey yang dilakukan oleh perusahaan riset pasar Ipsos didapat 84% pelaku usaha mengalami penurunan pendapatan. Beberapa diantaranya mengaku mengalami penurunan hingga lebih dari 50%. Tidak sedikit pula yang optimis akan bangkit setelah diberlakukan New Normal.
Menurut data yang ada, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020 jauh lebih lambat dari tahun sebelumnya. Selama pandemi Covid-19 permintaan domestik dan konsumen rumah tangga mengalami penurunan. Kondisi ini juga mempengaruhi rasio investasi yang turut merendah.

3. Aktivitas Jual Beli Mengalami Penurunan
Pola belanja masyarakat Indonesia mengalami perubahan selama pandemi Covid-19, dari belanja offline beralih ke online. Akan tetapi, tidak semua pelaku UMKM melayani konsumen secara online. Seperti contohnya, pemilik salon atau penyedia jasa lainnya yang mengharuskan adanya pertemuan antara penjual dan pelanggan.
Mengenai hal ini, hasil penelitian yang dilakukan oleh Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), menyatakan Indonesia memiliki kemampuan yang unik untuk berkembang dan bertahan dalam masa krisis. Misalnya, para pengusaha warteg tetap buka hanya melayani kemasan atau take a way. Tidak menerima pembeli yang makan ditempat.

Para pelaku usaha tetap bertahan memberikan pelayanan terhadap konsumen, dengan catatan tidak melanggar aturan pemerintah. Seperti tidak berjabat tangan, menerima konsumen bergerombol, serta memberikan fasilitas cuci tangan di tempat kerja. Bahkan beberapa penyedia jasa memberikan pelayanan dengan datang ke rumah pelanggan.

4. Bahan Baku Sulit Didapat dan Semakin Mahal
Kebijakan PSBB untuk memutus rantai penularan Covid-19 membuat aktivitas produksi terhenti. Sebagian besar perusahaan memilih kebijakan Work From Home (WFH), tidak sedikit yang memutuskan untuk merumahkan karyawan, hingga terjadi PHK masal. Menurut data yang didapat dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebnayak 30.137 pekerja di PHK dan 1.322.799 di rumahkan tanpa upah.
Kondisi ini memberikan efek domino yang menyebabkan penurunan kapasitas produksi yang ekstrim. Secara langsung bahan baku yang dibutuhkan rumah tangga menjadi langka dan harga melonjak naik.
Pelaku UMKM seperti home industri makanan dipusingkan oleh harga gula dan telur yang mahal. Sehingga, otomatis harga jual produk juga ikut naik. Tentu ini sangat

beresiko, apalagi daya beli masyarakat sedang menurun.

5. Jalur Pendistribusian Terhambat
Seperti yang dapat dilihat, awal kepemimpinan Joko Widodo pemerintah terus memaksimalkan jalur perindustrian melalui pembangunan infrastruktur yang besar-besaran. Hasilnya pun signifikan, jalus distrubusi semakin cepat, dan mempengaruhi pemangkasan kesenjangan harga. Hal ini mendorong laju perekonomian Indonesia semakin kencang.

Akan tetapi, wabah virus corona merubah segalanya. Data yang didapat dari Asosiasi Tol Indonesia (ATI), lalu lintas harian di seluruh tol mengalami penurunan sekitar 40% hingga 60% tercatat sejak Maret 2020. Penurunan paling banyak terjadi di wilayah Jabodetabek.
Terhentinya aktivitas distribusi tentu mempengaruhi pemasaran produk bisnis UMKM. Pelaku bisnis ini sulit menjangkau market yang lebih luas, seperti luar kota, lintas provinsi, sampai luar pulau. Antar barang oleh pedagang online juga mengalami keterlambatan pengiriman.

6. Penyedia Barang dan Jasa Tidak dapat Beroperasi
Dampak Covid-19 tidak hanya dirasakan oleh pelaku UMKM yang bergerak di bidang industri rumahan. Penyedia jasa juga banyak yang meliburkan diri bahkan berhenti total.
Penurunan omset dialami oleh hampir semua pelaku bisnis. Seperti wedding organizer, fotografer pernikahan, make artis, dan lainnya kehilangan sumber penghasilan karena banyak proyek yang ditunda untuk mematuhi PSBB.

Pemerintah Indonesia sangat berani dengan tidak mengambil kebijakan lockdown, sehingga beberapa UMKM di daerah tertentu masih dapat menjalankan usahanya. Relasi kredit, gratis dan diskon listrik, serta suntikan modal diberikan untuk membangkitkan perekonomian.

Sejauh ini, pemerintah masih berupaya mencari cara agar perekonomian Indonesia kembali bangkit seperti sedia kala. Selain itu, usaha untuk mencegah penularan Covid-19 juga tetap dipantau. Masyarakat tetap dihimbau selalu mematuhi protokol kesehatan dalam setiap aktivitasnya.

Sumber https://www.simulasikredit.com