Memahami Seluk Beluk dan Cara Kelola Bisnis Franchise

Cetak

Memahami Seluk Beluk Bisnis Franchise“Banyak jalan menuju Roma,” Ungkapan klasik itu agaknya tepat disematkan kepada para pebisnis yang ingin meraih jalan kesuksesan. Tak banyak yang tahu, mencapai kesuksesan dalam berbisnis bisa melalui beragam cara, salah satunya dengan menjalankan bisnis franchise.

Sistem bisnis franchise menjadi salah satu dari banyaknya jalan menuju kesuksesan tersebut. Jika Anda penasaran, berikut uraian lebih lengkap terkait definisi, sejarah, dan seluk beluk bisnis franchise seperti dikutip Jurnal by Mekari.

Pengertian Bisnis Franchise
Kata franchise yang berasal dari dialek kuno Bahasa Prancis yang berarti keistimewaan atan kebebasan. Dalam bahasa Indonesia, franchise diterjemahkan sebagai waralaba.

Wara berarti ‘lebih’, sementara laba artinya ‘untung’, jadi terjemahan bebasnya adalah ‘lebih untung’. Dalam arti luas, menurut Barringer & Ireland dalam bukunya yang diterbitkan pada 2008, waralaba merupakan hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendag RI) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba disebutkan, pengertian waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis. Dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Pada dasarnya, bisnis franchise adalah perjanjian pembelian hak untuk menjual produk dan jasa dari pemilik usaha. Pemilik usaha biasa disebut pewaralaba atau franchisor, sedangkan pembeli lisensi berbisnis adalah terwaralaba atau franchisee.

Biasanya, isi perjanjian dalam kerja sama franchise, franchisor akan memberi bantuan berupa penggunaan nama brand produk, proses produksi, operasional, standar perlengkapan produksi, manajemen SDM, hingga pengelolaan keuangan. Sementara itu, franchisee akan memberi imbalan berupa pembayaran royalti secara rutin.

Sejarah Bisnis Franchise
Berdasarkan sejarahnya, sistem waralaba bermula dari praktik bisnis di Eropa. Pada abad pertengahan, para bangsawan diberi wewenang oleh raja-raja di wilayah tertentu untuk menjadi tuan tanah dan memanfaatkan lahan tersebut.

Syaratnya, bangsawan harus memberi imbalan pajak dan upeti kepada kerajaan atau menyerupai royalti dalam sistem waralaba saat ini. Serian Wijatno dalam bukunya ‘Pengantar Entrepreneurship’ menjelaskan sejarah perjalanan bisnis franchise.

Diawali di Jerman sekitar tahun 1840-an, pembuat bir menjalankan sistem waralaba di sejumlah kedai minuman untuk menjadi distributor eksklusif di wilayah tersebut.

Di Amerika pada 1850-an, Isaac Singer dari perusahaan mesin jahit Singer memulai bentuk usaha waralaba untuk mesin jahitnya dan mempelopori kesepakatan kerja sama waralaba. Meskipun usaha yang dijalankan gagal.

Singer adalah pihak pertama yang memperkenalkan format bisnis waralaba di Amerika Serikat. Sampai akhirnya diikuti John S. Pemberton, pendiri Coca Cola.

Selain Coca Cola, perusahaan lain yang mengikuti jejak Singer ialah General Motors Industries pada 1898. Pada akhirnya, waralaba didominasi oleh bisnis rumah makan siap saji (fast food) ketika A&W Root Beer membuka restoran yang dimulai pada tahun 1919.

Perangkat Hukum Bisnis Franchise
Pada tahun 1960-1970-an, sistem waralaba di AS booming hingga banyak terjadi praktik penipuan menjual lisensi dengan mengatasnamakan bisnis franchise, padahal keberhasilannya belum teruji.

Hingga akhirnya banyak investor gagal. Hal ini menjadi pemicu terbentuknya International Franchise Association (IFA) pada 1960. Pembentukan asosiasi disertai kode etik waralaba dan perangkat hukum pendukung sebagai pedoman bagi para anggotanya. Tujuannya, untuk menciptakan iklim industri bisnis franchise yang terpercaya.

Rizal Calvary Marimbo dalam buku bertajuk ‘Rasakan Dahsyartnya Usaha Franchise’ menyebutkan,

Pada 1978, Federal Trade Commission (FTC) mengeluarkan peraturan yang mewajibkan setiap pewaralaba yang akan memberikan penawaran kepada publik untuk memiliki Uniform Franchise Offering Circular (UFOC).

UFOC adalah dokumen yang berisi informasi lengkap terkait peluang bisnis waralaba seperti, sejarah bisnis, pengelola, hal terkait hukum, prakiraan investasi, deskripsi konsep bisnis, dan salinan dari perjanjian waralaba. Tentu pula informasi wajib seperti nama perusahaan, nama pemilik usaha, alamat, dan nomor telepon.

Di Indonesia, Menteri Perdagangan menerbitkan beleid yakni Permendag No. 17/2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

Di dalamnya diatur, pewaralaba dan terwaralaba wajib memiliki Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW). STPW merupakan bukti pendaftaran prospektus penawaran dan perjanjian waralaba yang diberikan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Pengajuan permohonan STPW dilakukan melalui lembaga Online Single Submission (OSS) atau perizinan menjalankan usaha melalui sistem elektronik terintegrasi.

Tantangan dan Solusi Berbisnis Franchise
Meski dianggap sebagai sistem bisnis yang mampu melipatgandakan cuan secara instan, pengelolaan bisnis franchise juga memiliki sejumlah tantangan. Beberapa di antaranya adalah tak ada standarisasi pada bisnis franchise, dan usaha tumbuh dengan cepat tanpa persiapan matang.

Risiko pun ditanggung oleh pengelola usaha meski acuan pengelolaan ditetapkan oleh pemilik franchise. Berikut penjelasan lebih lengkap :

Tak ada Standarisasi Bisnis franchise
Bisnis franchise biasanya memiliki persyaratan administrasi yang ketat untuk menjaga kualitas dan memberi asistensi yang banyak dan detail. Sayangnya, terdapat beberapa negara yang belum memiliki standarisasi dari regulator sehingga tak ada penegasan antara bisnis franchise dan peluang usaha biasa.

Solusinya, investor harus berhati-hati untuk memilih jenis usaha yang akan digeluti.

Tumbuh dengan Cepat tanpa Rencana
Biasanya pertumbuhan usaha yang cepat dan tidak direncanakan dengan matang rentan mengalami kejatuhan dalam waktu singkat pula. Tugas pemilik usaha adalah mencermati perkembangan bisnis dan mengelola dengan sistematis.

Risiko Bisnis Ditanggung Pengelola Usaha
Usaha Franchise tak menjamin bahwa franchisee selalu memperoleh untung. Ketika bisnis mengalami kerugian, risiko tersebut harus ditanggung oleh pengelola usaha tersebut.

Maka itu, pembeli lisensi franchise disarankan lebih berhati-hati mengelola usaha, terutama dalam mengelola laporan keuangan. Salah satu solusi, pengelola usaha bisa menggunakan software akuntansi online Jurnal by Mekari untuk mendukung perjalanan bisnis franchise.

Tips bagi Franchisor: Strategi Sukses Kelola Bisnis
Sistem bisnis franchise mustahil akan berhasil tanpa menjalankan strategi yang tepat. Maka itu, pewaralaba atau franchisor harus mengikuti sejumlah langkah dan tips untuk mencapai kesuksesan dalam berbisnis franchise.

Langkah awal yang perlu dilakukan ialah menentukan fokus pada bidang usaha tertentu yang akan digeluti secara tepat. Kemudian menyiapkan keperluan untuk pengembangan bisnis tersebut secara terarah.

Tips sukses berbisnis franchise ialah memiliki strategi pengaturan manajemen yang baik. Hal ini berupa proses rekrutmen, pelatihan, penempatan, promosi, serta pengembangan keterampilan karyawan.

Franchisor juga perlu menentukan standar perlengkapan kerja yang berkualitas untuk mendukung proses produksi. Hal ini berguna untuk memudahkan pelaksanaan standar kerja, menghemat biaya investasi, memudahkan pengembangan usaha, serta memperlihatkan profesionalitas bisnis franchise tersebut.

Strategi lain, pemilik bisnis harus menampilkan citra brand usaha yang baik demi menarik minat konsumen. Penampilan yang baik tidak harus mahal, tetapi bisa diakali dengan inovasi dan kreativitas yang tinggi.

Selanjutnya, Anda perlu membangun standar kerja dan sistem operasional. Bisnis franchise dikenal sebagai sistem usaha yang mengacu pada standar, semua elemen distandarisasi agar memiliki keunggulan kompetitif dibanding bisnis tradisional.

Standar kerja dan sistem operasional akan memudahkan pengembangan bisnis dan menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Sistem operasional yang dimaksud misalnya sistem produksi dan distribusi, sistem promosi dan pemasaran, sistem sumber daya manusia, serta sistem akuntansi dan keuangan.

Sumber https://www.jurnal.id