×

Galat

COM_CWTRAFFIC_MSG_MISSING

Lelang Yang Dinamis dan Kontributif

Lelang merupakan salah satu tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dalam rangka pemberian layanan kepada para pemangku kepentingan. Selain itu, lelang juga merupakan salah satu penyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dalam Road Map DJKN 2019-2028 disebutkan bahwa lelang menjadi bagian misi DJKN yang akan dikembangkan salah satunya mewujudkan lelang yang andal dan modern. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, lelang didefinisikan sebagai penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan lelang yang modern, pemanfaatan teknologi informasi perlu pula menjadi perhatian dalam proses pengembangan layanan lelang.


Dalam Revolusi Industri 4.0, pengembangan layanan lelang telah sesuai dengan perkembangan zaman dan saat ini lelang yang dilakukan oleh DJKN juga telah bertransformasi mengikuti perkembangan pasar. Dalam beberapa tahun terakhir, lelang telah dilaksanakan secara online tanpa kehadiran peserta.

Namun demikian, lelang secara konvensional dengan kehadiran peserta masih dapat dilaksanakan. Transformasi lelang dengan pemanfaatan teknologi informasi juga telah dikembangkan melalui suatu framework yang dinamai SMILE (Sistem Manajemen Informasi Lelang Elektronik).


Apabila melihat framework SMILE, fitur-fitur yang memudahkan pelaksanaan lelang telah didesain dan dibangun secara terintegrasi. Pengembangan yang dilakukan tidak hanya memudahkan pihak internal, tetapi juga pihak eksternal seperti calon peserta lelang dan perbankan.

Peserta lelang akan memiliki akun yang memudahkan untuk mengikuti lelang melalui portal lelang.go.id. Selain itu, pengembangan ini menciptakan sinergi yang baik dengan pemangku kepentingan lain seperti pihak perbankan, yaitu terkait dengan proses pembayaran Uang Jaminan Penawaran Lelang (UJPL) melalui Virtual Account, dan sinergi yang terkini dengan Kementerian Dalam Negeri untuk proses verifikasi peserta lelang secara otomatis.

Bila dilihat dari proses pengembangan yang dilakukan, optimalisasi dengan pemanfaatan sistem informasi seyogyanya dapat dikembangkan untuk peningkatan proses bisnis, antara lain:


1. Single Source Database
Framework yang ada dapat digunakan sebagai basis data dalam pengembangan sistem, monitoring dan evaluasi, serta pengambilan keputusan. Pertama, pengembangan sistem dilakukan untuk memudahkan pemberian layanan dengan tetap memperhatikan perkembangan pasar, kebutuhan organisasi dan optimalisasi layanan.

Sebagai contoh, data pelaksanaan lelang dapat disortir dengan memperhatikan kantor, wilayah, maupun jenis lelang sehingga diperoleh informasi mengenai kepesertaan dan jenis lelang yang paling diminati. Selanjutnya, dengan data tersebut dapat dilakukan monitoring dan evaluasi sebagaimana telah menjadi indikator kinerja bagi pihak terkait seperti produktivitas lelang atau PNBP yang diperoleh.

Terakhir, data yang dimiliki dapat digunakan untuk penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan dengan memperhatikan capaian yang dihasilkan. Oleh karena itu, siklus end-to-end lelang melalui sistem informasi yang terintegrasi dapat dikelola, dikembangkan dan dimaksimalkan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan pasar.


2. Meminimalisir kesalahan pengetikan (typo error)
Tidak sedikit orang yang menjadikan kesalahan pengetikan (typo error) sebagai suatu hal yang lumrah. Hal ini dikarenakan apabila ditemukan kesalahan pengetikan akan dapat diubah di kemudian hari.

Sebagai contoh, terdapat dokumen yang memiliki klausul “Apabila terdapat kesalahan di kemudian hari akan diperbaiki sebagaimana mestinya”, dan klausul tersebut menjadi salah satu jalan keluar untuk memitigasi proses dokumentasi yang dilakukan sehingga tata kelola dapat terlaksana dengan baik.

Akan tetapi, untuk layanan lelang, permasalahan ini harus menjadi perhatian penting guna menjaga tata kelola yang baik mengingat lelang menjadi layanan yang kerap diperkarakan. Oleh karena itu, penggunaan data yang bersumber dari sistem aplikasi diharapkan dapat meminimalisir kesalahan pengetikan dan bahkan dihilangkan.

Namun demikian, proses verifikasi dan validasi perlu tetap dijalankan untuk memitigasi output yang dihasilkan dengan pertimbangan kemungkinan kesalahan input oleh user sehingga mempengaruhi output yang dihasilkan, dan berdampak terhadap validitas output.

Oleh karena itu, proses ini kiranya perlu dilakukan guna meningkatkan efisiensi layanan dan validitas output yang dihasilkan.


3. Penggunaan tanda tangan digital
Dengan adanya Office Automation (OA) di Kementerian Keuangan, tata naskah dinas telah dilakukan menggunakan tanda tangan digital. Lelang akan menghasilkan dokumen keluaran dalam proses pasca lelang seperti risalah lelang dan kuitansi.

Dalam proses pengesahannya, tanda tangan digital dapat digunakan untuk mengefisiensikan proses yang dilakukan saat ini. Sebagai contoh, dalam proses belanja online, tanda terima pembayaran yang diperoleh pembeli dan penjual sudah dilakukan melalui aplikasi. Dalam proses lelang yang telah dilakukan secara online, pengembangan ini dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan tata kelola yang akuntabel dan risiko yang mungkin dihadapi antara lain seperti keabsahan dokumen sebagai bukti di pengadilan.

Oleh karena itu, dengan tetap memperhatikan risiko yang terukur, penggunaan tanda tangan digital dapat digunakan untuk menghasilkan proses bisnis yang efisien, transparan, dan akuntabel.


4. Integrasi layanan
Lelang merupakan suatu rangkaian proses mulai dari permohonan lelang hingga pasca lelang. Bila menilik proses lelang di KPKNL, prosesnya tidak hanya melibatkan Seksi Pelayanan Lelang, tetapi juga Seksi Hukum dan Informasi antara lain terkait penerbitan kuitansi dan pengurusan UJPL.

Akses terhadap sistem aplikasi telah diberikan kepada setiap user sesuai dengan tugas dan kewenangannya dalam rangka melakukan proses pemberian layanan. Oleh karena itu, setiap output yang dihasilkan kiranya dapat secara langsung diperoleh dari sistem aplikasi yang digunakan.

Penggunaan sistem aplikasi saat ini sudah sangat baik karena telah memotong proses yang sebelumnya dilakukan secara manual seperti verifikasi peserta lelang dan UJPL. Dengan proses bisnis yang terintegrasi tersebut kiranya dapat dilakukan penajaman peran dan fungsi tiap-tiap unit terkait, misalnya penggunaan data dan informasi yang sama untuk jenis output yang berbeda. Sebagai contoh, risalah lelang beserta turunannya dapat langsung diperoleh dari sistem aplikasi.

Pengembangan ini dapat pula dilakukan terhadap output lain seperti kuitansi. Dengan demikian, penajaman tugas dan fungsi serta akses yang memadai diharapkan dapat menghasilkan output yang andal dan akuntabel.


Sebagai penutup, pemanfaatan teknologi merupakan suatu keharusan dalam proses bisnis yang dilakukan mengingat hal ini menjadi salah satu bagian dari Road Map DJKN. Adapun proses pengembangan sistem informasi dilaksanakan untuk pemberian layanan yang optimal, efektif, efisien, transaparan dan akuntabel sehingga pengembangan dapat dilakukan secara berkelanjutan melalui tata kelola yang baik dengan risiko yang terukur.


Dengan pemanfaatan teknologi informasi yang andal dan modern, serta didukung sumber daya yang unggul, layanan lelang diharapkan menjadi lebih baik dan menjadi pilihan dalam transaksi jual beli.

Selain itu, PNBP yang dihasilkan menjadi salah satu penerimaan negara yang diandalkan. Terakhir, bilamana mengutip pernyataan Bill Gates “we’re changing the world with technology”, implementasi SMILE secara komprehensif dan terintegrasi akan semakin meningkatkan layanan lelang yang lebih mudah, terpercaya, akuntabel dan kontributif.

Sumber https://www.djkn.kemenkeu.go.id/

Copyright © 2024 Pustikom Universitas Bung hatta