×

Error

COM_CWTRAFFIC_MSG_MISSING

Apa itu Money Supply?

Pembahasan tentang uang tidak akan ada habisnya. Dari mulai apa definisi, kegunaannnya, hingga cara mendapatkannya dengan mudah. Namun, mungkin ada beberapa istilah uang yang belum benar-benar dipahami oleh khalayak umum.


Lazimnya, jenis uang yang diketahui masyarakat awam adalah uang kertas dan uang koin, atau juga uang kartal dan uang giral. Namun, ada satu jenis uang yang mana namanya sudah tidak asing di telinga para ekonom, namun masih asing di telinga masyarakat awam. Istilah tersebut adalah money supply.


Money supply, atau dalam Bahasa Indonesia disebut uang beredar adalah total persediaan uang yang beredar luas di masyarakat. Jumlah uang beredar dapat mencakup uang tunai, koin, dan saldo yang disimpan dalam rekening giro dan tabungan, dan pengganti uang lainnya. Para ekonom menganggap jumlah uang beredar sebagai variabel kunci untuk memahami ekonomi makro dan membimbing kebijakan ekonomi makro.


Jenis-jenis money supply ada empat, yaitu M0, M1, M2, dan M3. M0 dan M1 biasa disebut dengan uang sempit, dimana yang termasuk dalam jenis uang ini adalah uang koin, uang kertas dan hal-hal lain yang setara dengan uang yang beredar serta dapat dikonversi dengan mudah menjadi uang tunai. M2 merupakan jenis uang yang mencakup M2, deposito jangka pendek di bank, dan dana pasar uang tertentu. M3 merupakan uang yang mencakup M2 dan simpanan jangka panjang.

Untuk menghitung jumlah uang beredar, maka caranya adalah dengan menjumlahkan seluruh jenis-jenis dari money supply tersebut. Data mengenai jumlah uang yang beredar dapat dilihat di bank sentral.


Money supply atau jumlah uang beredar juga merupakan salah satu instrumen yang sangat ketat diatur oleh pemerintah. Jumlah uang beredar sangat menentukan keadaan ekonomi suatu negara. Jumlah uang beredar dapat memengaruhi banyak komponen perekonomian, diantaranya adalah inflasi, investasi, tabungan, hingga sektor bisnis.


Misalnya, jika jumlah uang beredar di masyarakat banyak, maka masyarakat akan cenderung berperilaku konsumtif. Saat masyarakat konsumtif, maka harga-harga akan cenderung mengalami peningkatan. Saat itu terjadi, maka terjadilah inflasi.

Sikap masyarakat yang konsumtif juga memicu para pebisnis untuk memproduksi lebih banyak barang, dengan harapan akan banyak yang terjual. Begitulah jumlah uang beredar memengaruhi jalannya perekonomian suatu negara.


Lantas, bagaimana pemerintah mengatur jumlah uang beredar di masyarakat? Salah satu pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar adalah dengan cara mengatur tingkat suku bunga. Saat jumlah uang beredar terlampau banyak di masyarakat, maka keadaan ini akan menuntun pada situasi inflasi.

Di sisi lain, inflasi merupakan hal yang buruk dalam perekonomian negara. Untuk menghentikannya, maka pemerintah harus mengurangi jumlah uang beredar dengan cara menaikkan tingkat suku bunga.

Dengan menaikkan tingkat suku bunga, pemerintah berharap bahwa masyarakat akan berbondong-bondong menabung di bank. Hal ini akan menyebabkan uang akan tertahan di bank sehingga akan mengurangi peredaran uang di masyarakat.


Selain melalui tingkat suku bunga, pemerintah juga bisa mengatur jumlah uang beredar dengan cara menjual surat berharga. Misalnya, saat uang yang beredar di masyarakat terlalu banyak, pemerintah mengeluarkan satu surat berharga. Surat tersebut misalnya dihargai sebesar 1 miliar rupiah.

Maka saat ada pihak yang membelinya, pihak tersebut sama saja meminjamkan bank uang sebesar 1 miliar. Sebaliknya, saat perekonomian mulai lesu dan jumlah uang beredar di masyarakat mulai sedikit, surat tersebut kembali dijual kepada bank, sehingga uang senilai 1 miliar rupiah tersebut kembali beredar di masyarakat.


Ada pula satu cara pemerintah untuk mengendalikan jumlah uang beredar di masyarakat. Cara tersebut adalah Operasi Pasar Terbuka. Namun, beberapa ekonom terkenal seperti Robert Lucas, Jr, Thomas Sargent, Neil Wallace, Finn E. Kydland, Edward C. Prescott dan Scott Freeman berpendapat bahwa Operasi Pasar Terbuka tidak relevan. Seperi pada Operasi Pasar Terbuka tahun 2008 di Amerika Serikat, dimana Ekonom Keynesian menyebutkan bahwa operasi tersebut tidak efektif.

Saat itu, tingkat suku bunga jangka pendek turun sangat rendah sehingga tidak ada lagi stimulus moneter yang dapat terjadi.


Selain hal tersebut, masalah lain juga terjadi di Eropa dan Amerika Serikat. Dilihat dari sisi historis, fungsi utama bank sentral di Eropa adalah mempertahankan inflasi di tingkat yang rendah. Sementara itu, fokus utama bank sentral di Amerika Serikat adalah pada inflasi dan pengangguran.

Menurut kurva Philips, tujuan-tujuan tersebut terkadang bertentangan. Bank sentral dapat melakukan hal tersebut dengan cara memengaruhi permintaan barang dengan meningkatkan atau mengurangi pasokan uang negara. Hal tersebut akan menurunkan atau menaikkan suku bunga, yang akan merangsang atau menahan pengeluaran untuk barang dan jasa.


Sementara itu, dalam kaitannya kemampuan bank sentral untuk memprediksi jumlah uang yang seharusnya beredar, para ekonom juga berdebat akan hal ini. Ekonom seperti Milton Friedman percaya bahwa bank sentral akan selalu salah dalam memprediksi. Hal tersebut menyebabkan perubahan ekonomi yang lebih luas.

Karena perdebatan tersebut, para ekonom mengajukan pendekatan non-intervensi untuk menjaga jumlah uang beredar sesuai target.


Meskipun begitu, langkah pemerintah untuk mengatur jumlah uang beredar harus disesuaikan dengan keadaan di masing-masing negara bersangkutan. Metode yang sesuai untuk negara maju tentu berbeda dengan metode yang cocok diterapkan untuk negara berkembang seperti Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor global serta perbedaan-perbedaan struktur dan sifat pelaku ekonomi di masing-maisng negara.


Itulah penjelasan mengenai money supply atau jumlah uang beredar. Yang perlu digarisbawahi adalah jumlah uang beredar merupakan indikator yang terus dipantau dan diatur pemerintah guna menstabilkan perekonomian Indonesia

Sumber https://www.simulasikredit.com

Copyright © 2024 Pustikom Universitas Bung hatta