Halo sobat kampus yuk simak informasi dari @KADIN_Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa lebih baik dari tahun lalu, terutama dari sisi perdagangan ekspor. Sebab, tren normalisasi permintaan global mulai stabil, bahkan lebih stabil dari permintaan domestik.
Namun, kata Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja, memang kondisinya sangat dilematis saat ini. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali akan mempengaruhi tingkat konsumtif perdagangan dalam negeri. Padahal, pemerintah menginginkan konsumsi dalam negeri bisa menggeliat.
Itu yang perlu diatasi. Mencari strategi yang tepat guna menjaga tingkat konsumtif masyarakat di tengah pandemi. Terutama, menjaga stabilitas harga barang agar pasar bisa terus bergeliat.
“Terkait target konsumsi produk domestik yang mencapai 94,3% secara keseluruhan ini target yang sangat ambisius. Khususnya kalau kita melihat tingginya impor bahan baku pangan. Namun bukan berarti potensinya tidak ada,” kata Shinta kepada Kontan.co.id, Senin (18/1).
Kalau mau tercapai, perlu ada kolaborasi yang baik antara sejumlah kementerian dan tentunya dengan para stakeholders untuk memastikan peningkatan efisiensi produksi dan peningkatan produktivitas supply dalam negeri ke masyarakat. Jangan terpaku pada peningkatan jumlah output-nya saja, tetapi juga efisiensi produksi dan kualitas output.
Bila itu terjadi, konsumen yang rugi. Bentuk harga produk dalam negeri lebih mahal dibanding impor. Bahkan, bisa jadi harganya sama dengan impor tapi kualitasnya lebih rendah.
“Ini harus dihindari. Harga produk dalam negeri setidaknya harus sama dengan harga impor untuk produk dengan kualitas yang sama. Jadi perlu sinergi antar kementerian agar masyarakat sebagai konsumen tidak dirugikan, agar ekonomi ini bisa pulih,” kata Shinta.
Selain itu, tambah Shinta, Indonesia juga perlu reformasi besar-besaran pada efisiensi domestic supply chain. Sebab, kendala terbesar penyerapan produk lokal adalah masalah supply chain antar provinsi dan antar pulau yang tidak efisien. Bahkan, sering lebih mahal daripada biaya impor. Dus harga produk impor di masyarakat menjadi lebih murah daripada produk dalam negeri.
“Akan lebih realistis apabila masyarakat didorong untuk mengkonsumsi produk yg diproduksi secara lokal (masih satu provinsi) sehingga biaya logistik tidak terlalu tinggi, konsumen juga tidak dibebani kenaikan harga di pasar atau penurunan kualitas produk dan mendorong perekonomian setempat,” ujar Shinta.
Kendati demikian, Shinta tidak memungkiri untuk bisa memenuhi rantai pasokan dalam negeri memang perlu banyak investasi di daerah. Khususnya daerah-daerah yang pertumbuhan ekonominya tidak terdiversifikasi dengan baik.
Di sisi lain, koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah di tiap daerah harus dipastikan memiliki suplai cukup di pasar masing-masing, agar tidak terjadi kelangkaan barang yang malah akan menyusahkan masyarakat.
Sumber https://www.kadin.id/news-event/news-detail/1507/tantangan-memulihkan-ekonomi-pada-masa-ppkm