Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Pertumbuhan Usaha Mikro Kecil (UMK) Di Sumatera Barat dan Kebijakan Pemerintah Untuk Mengatasinya

Cetak

FEB - Pendahuluan, wabah virus corona baru atau Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) makin terasa menakutkan dalam kehidupan dan perekonomian dalam negeri, terutama dari sisi konsumsi, korporasi, sektor keuangan, dan usaha rakyat Usaha Mikro Kecil (UMK). Berdasarkan kajian Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Covid-19 menimbulkan ancaman kehilangan pendapatan rumah tangga, tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk korporasi, pelemahan perekonomian akibat virus corona membuat aktifitas sektor manufaktur, perdagangan, transportasi, dan akomodasi seperti restoran dan perhotelan merupakan yang paling rentan. Sehingga, terjadi gangguan aktifitas bisnis yang akan menurunkan kinerja, pemutusan hubungan kerja, dan bahkan mengalami ancaman kebangkrutan.


Efek covid-19 terasa luar biasa disegala aspek. Menjungkir balikan kehidupan normal. Tulisan ini membahas dampak pandemi covid-19 terhadap pertumbuhan usaha mikro kecil. Ditilik dari ekonomi usaha rakyat terutama UMK (usaha mikro kecil) saat ini turun drastis pendapatannya. UMK merupakan usaha rakyat yang biasanya tahan banting yang dibuktikan dengan tetap berdiri kuatnya UMK waktu krisis moneter tahun 1998. Pada waktu krisis 1998 banyak perusahaan besar yang gulung tikar namun usaha mikro kecil tetap eksis saat krisis itu. Saat Indonesia mengalami krisis moneter 1998 UMK menjadi penyangga ekonomi nasional. Menyerap tenaga kerja, dan menggerakan perekonomian. Sementara 2008 di masa krisis keuangan global, UMK tetap kuat menopang perekonomian.
Sangatlah berbeda kejadian saat krisis ekonomi dengan adanya Covid-19. Saat krisis keuangan itu pelaku UMK tidak terafiliasi dengan sektor keuangan tidaklah menjadi suatu masalah. Banyak UMK yang memang tidak pernah mendapatkan akses pembiayaan dari sektor finansial dan perbankan, aman-aman saja Efek krisis ekonomi dan keuangan sebelumnya lebih terlokalisir di sektor-sektor tertentu. Kali ini, UMKM justru menjadi sektor yang paling rentan terhadap krisis ekonomi karena covid-19.


Permasalahan yang dihadapi UMK
Kini dihadapan covid-19 UMK menjadi tidak berdaya. Transaksi yang menurun secara tiba-tiba sejak covid-19 ada sekitar Januari 2020. Penjualan dan pendapatan menurun drastis, biaya operasional dan biaya lain-lainnya yang harus tetap dikeluarkan. Biaya tersebut lebih besar dibanding profit yang diperoleh saat ini. Gaji karyawan yang harus tetap dibayar, sewa kedai, biaya listrik, air, telepon/internet dan lain-lain mau tak mau harus dikeluarkan, sementara transaksi usaha hanya sedikit saja. Mau ditutup kedai/usaha UMK mau makan apa. Entah sampai kapan keadaan seperti ini.


Semenjak covid-19 menyerang Indonesia di 2 bulan belakang ini semuanya jadi berantakan. Usaha mereka mengalami kemunduran yang hebat. Orang-orang tidak lagi membeli atau sedikit membeli. Biaya-biaya tetap yang harus dikeluarkan seperti gaji karyawan, sewa kedai, PDAM, listrik, telkom tidak mampu lagi ditutupi dengan pendapatan yang dihitung perbulan. Sehingga untuk mengurangi biaya tersebut mereka terpaksa mengurangi beberapa karyawan untuk sementara dan memblokir untuk sementara langganan dengan telkom karena tidak punya uang untuk membayar. Pendapatan yang diperoleh tidak mampu menutupi biaya-biaya. Pendapatan usaha UMK hancur gara-gara wabah covid-19, sehingga mereka kesulitan untuk membayar biaya-biaya dan gaji atau honor pekerja. Hal ini juga berdampak banyak dari pekerja UMK terpaksa pulang kampung.


Banyak pekerja informal di Indonesia umumnya dan perantau yang berasal dari Sumatera Barat yang terpaksa pulang kampung karena penghasilannya menurun sangat drastis bahkan hilang karena covid-19 dan berimbasnya dari penerapan status tanggap darurat yang yang dilakukan hampir di setiap daerah.


Contoh UMK yang terdampak
Seorang pelaku bisnis usaha mikro kecil sebut saja namanya Yanti. Yanti mempunyai suami yang juga seorang pelaku bisnis usaha mikro kecil. Selama ini usaha mereka berjalan dengan baik. Keuntungan yang didapat dari usaha tersebut walau tidak besar tapi mampu menghidupi keluarga mereka. Sumber dana usaha mereka adalah kebanyakan dari modal sendiri. Namun sang suami terkadang juga menggunakan hutang sebagai sumber dananya.


Jangan ditanya lagi keuntungan yang mereka peroleh. Sudah terjadi dimana biaya lebih besar dari profit. Lalu mengapa mereka tidak tutup usaha mereka? Sangat miris memang, kalau mereka tutup, asap didapur tidak akan mengebul. Mereka berharap dan berdoa setiap hari agar ada orang yang membeli di kedai mereka. Setiap hari mata dan leher mereka melongok keluar dan berharap ada pengunjung yang belanja.


Belum lagi hutang suami yang lumayan banyak harus dibayar. Mau bayar pakai apa? Syukurlah bank tempat dia meminjam mau memberikan sedikit kelonggaran untuk membayar cicilan setengahnya selama enam bulan ini. Sungguh sangat miris covid-19 makhluk yang kita tidak nampak wujudnya mampu menjungkirbalikan segala aspek, termasuk ekonomi.


Lain lagi cerita sebut saja Rudi. Rudi mempunyai usaha travel dengan beberapa unit mobil. Mobil untuk direntalkan itu dia sopiri sendiri. Masih ada dari mobil tersebut dia beli dengan hutang. Biasanya negeri kita yang elok ini merupakan objek wisata yang amat mempesona. Pada hari-hari sebelum pandemi covid-19 usahanya lumayan maju. Namun sejak adanya covid-19 orang-orang tentu tidak lagi menggunakan jasa mobil rentalnya. Rudi bilang usaha dia dalam keadaan mati pelan-pelan. Rudi berharap agar pandemi ini segera berlalu dan kehidupan normal lagi. Dia bisa mencari nafkah lagi untuk keluarganya.


Cerita tukang gorengan sebut saja Budi sudah beberapa hari belakangan tidak berdagang lagi ditempat yang biasanya ramai mahasiswa. Tempat tersebut memang berlokasi dekat dengan kampus negeri di Kota Padang tercinta. Biasanya Budi sudah mangkal dari jam 2 siang sampai gorengannya habis. Paling lama sampai jam 8 malam. Namun karena adanya covid-19, mahasiswa yang diharapkan membeli dagangannya sudah pada pulang kampung semua dalam jangka waktu yang tidak diketahui. Selain sepi dari mahasiwa yang biasa membeli, dagangan Budi diperparah dengan tidak adanya jual beli dari orang yang tinggal disitu. Ia bingung berapa lama lagi bisa bertahan untuk dagang jika kondisi penjualannya terus menurun. Akhirnya daripada gorengan tidak laku dan tersisa banyak akhirnya Budi memutuskan tidak berdagang lagi untuk sementara.


Lain lagi cerita tukang gojek yang biasa memesan makanan melalui jasanya. Masyarakat yang sekarang tinggal dirumah memilih untuk memasak sendiri. Tukang gojek sering ‘menganggur’ yang bisa kita lihat sekarang. Jangankan makanan yang diantar pakai jasanya, orangpun tidak boleh lagi yang berboncengan. Malah pemerintah di Jakarta hanya memperbolehkan gojek untuk sebagai pengangkut barang saja. Selanjutnya cerita miris usaha kecil lainnya adalah laundri. Laundri ibu Teti sekarang sering ditutup saja karena orang yang biasanya melaundrikan kainnya kebanyakan memilih untuk menggosok sendiri dirumah. Karena memang banyak waktu dirumah para langganan akan takut kalau-kalau virus tersebut menempel di pakaiannya.


Pembahasan
Kita tidak pernah tau siapa saja yang terpapar positif corona. Bisa saja orang yang kelihatan sehat dan OTG/tanpa gejala membawa virus didalam tubuhnya. Yang bisa dilakukan adalah tetap waspada, jaga jarak aman dan tetap dirumah saja. Banyak sekali cerita-cerita miris dari usaha mikro kecil saat ini. Oleh karenanya para pelaku usaha mikro kecil berharap pemerintah segera mengambil tindakan cepat untuk mengendalikan covid-19. Jika kondisi ekonomi tak berubah, maka usaha mereka hanya bisa bertahan sebentar saja, mungkin sampai Mei mendatang.


Rakyat paham betul pandemi global tidak saja hanya menghantui dan membuat ekonomi di daerah Sumatera Barat menjadi megap-megap. Dengan adanya pendemi daya beli masyarakat menurun. Terlebih bagi masyarakat miskin dan rentan serta sektor informal. Penurunan daya beli masyarakat makin menurun. Masyarakat diminta oleh pemerintah hanya tinggal dirumah, tidak kemana-mana untuk memutus rantai penyebaran virus covid-19. Namun apa daya, yang namanya perut harus diisi, jika pelaku UMK diminta untuk tinggal dirumah mereka makan apa? Lihatlah usaha-usaha kecil seperti kaki lima, gojek, penjual makanan, jika mereka tidak berjualan mereka mau makan apa?


Contoh kasus pandemi covid-19 di Sumbar
Miris memang ketika pasar raya tempat usaha mikro kecil rakyat yang sudah dinyatakan pedagangnya tertular dan menulari covid-19 (kompas.com) 17 kasus ditemukan dari warga yang beraktivitas di Pasar Raya Padang. Dari 17 pedagang yang terjangkit, tiga di antaranya meninggal dunia. Melonjaknya temuan kasus positif corona di Pasar Raya terjadi usai penelusuran riwayat kontak dari kasus pertama. Mereka yang pernah berinteraksi dengan pasien positif kemudian menjalani tes swab. Tak disangka, total hingga kini sebanyak 17 orang pedagang di pasar tersebut terinfeksi atas temuan tersebut, pemerintah Kota Padang, Sumatera Barat menutup Pasar Raya Padang selama lima hari. Hal tersebut merupakan keputusan bersama. Kita menutup Pasar Raya Padang selama lima hari, 20-24 April,” ungkap Kepala Dinas Perdagangan Kota Padang Endrizal. Penutupan diharapkan bisa memutus mata rantai penyebaran virus corona yang diduga menjadi transmisi lokal di daerah itu. Namun Setelah ditutup dan pasar raya buka lagi sampai saat ini jumlah orang positif covid-19 semakin meningkat. Bahkan untuk daerah Sumatera Barat positif covid-19 sudah mencapai 319 orang pertanggal 12 mei 2020.
Saat ini yang perlu dilakukan pemerintah adalah mengendalikan penyebaran covid-19. Sebab, menahan laju penyebaran covid-19 akan berpengaruh terhadap perekonomian. Kebijakan pemerintah dari adanya covid-19 itu adalah menutup pasar selama 5 hari. Kita lihat lagi dari sudut pandang ekonomi tentu pedagang kecil itu tidak berjualan selama lima hari dan tidak mendapatkan pemasukan. Ibarat makan buah simalakama jika diawal covid-19 diberlakukan lockdown atau PSBB oleh pemerintah daerah Sumbar, maka daerah Sumbar khususnya kota Padang tidak akan masuk zona merah. Namun jika diberlakukan lockdown atau PSBB maka pemilik usaha mikro kecil akan menjerit. Terbukti tanpa lockdownpun ekonomi usaha rakyat kecil sudah kembang kempis.


Upaya pemerintah dalam mengatasi covid-19
Status tanggap darurat yang diterapkan di beberapa wilayah akibat wabah virus corona, membuat pekerja di sektor informal dan UMK tak bekerja dan terpaksa pulang kampung. Apalagi sekarang pemerintah Sumbar menetapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang dibuat untuk mencegah penyebaran virus corona di Indonesia. PSBB adalah peraturan yang diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 agar bisa segera dilaksanakan di berbagai daerah. Aturan PSBB tercatat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020. PSBB melingkupi pembatasan sejumlah kegiatan penduduk tertentu dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi covid-19.


Pembatasan sosial berskala Besar (PSBB) adalah istilah kekarantinaan kesehatan di Indonesia yang didefinisikan sebagai pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. PSBB merupakan salah satu jenis penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah, selain karantina rumah, karantina rumah sakit, dan karantina wilayah. Tujuan PSBB yaitu mencegah meluasnya penyebaran penyakit kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM) yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu. Pembatasan kegiatan yang dilakukan paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. PSBB dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota setelah mendapatkan persetujuan Menteri Kesehatan melalui Keputusan Menteri. PSBB juga membatasi aktivitas warga untuk tidak keluar rumah. Keluar rumah jika memang mendesak saja seperti membeli kebutuhan pokok. Pembatasan tersebut meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Oleh karenanya diperlukan program perlindungan sosial dan stimulus ekonomi bagi pelaku usaha informal dan UMK dari pemerintah. Semoga juga percepatan program social safety net atau jaring pengaman sosial, yang memberikan perlindungan sosial di sektor informal dan pekerja harian maupun program insentif ekonomi bagi usaha mikro, usaha kecil, betul-betul segera dilaksanakan di lapangan. Dengan adanya program tersebut membuat para pekerja informal, buruh harian, gojek, pedagang kaki lima semuanya bisa memenuhi kebutuhan dasarnya sehari-hari.


Selanjutnya langkah untuk tetap meningkatkan daya beli masyarakat juga perlu segera direspon dengan cepat. Kegiatan tersebut misalnya pembagian sembako, apakah misalnya bantuan langsung tunai. Terkait dengan adanya insentif ekonomi bagi pelaku usaha dan UMK sehingga mereka bisa tetap berproduksi dan terhindar dari terjadinya PHK atau pengurangan tenaga kerja.
Kondisi keuangan UMK juga harus dapat perhatian pemerintah dan perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Usaha mikro kecil seyogyanya diberi bantuan keuangan.apakah berupa bantuan tunai atau kredit tanpa bunga. Bantuan suntikan dana dalam bentuk apapun amatlah penting bagi UMK. Pemerintah juga tengah menyiapkan bantuan sosial sektor informal dan stimulus ekonomi bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk menjaga daya beli di tengah tekanan ekonomi akibat wabah Covid-19.
Pilihan solusi untuk UMK lainnya juga diharapkan nantinya dapat berupa permodalan hingga pemasaran. Misalnya model pemasaran nanti akan dibantu oleh aplikasi. penggunaan teknologi bisa jadi salah satu pemecahan dalam kondisi yang sekarang ini. Termasuk pemerintah melaksanakannya secara terukur, sistematis, semuanya masuk akal. Selain itu, pemerintah mempercepat pencairan dana bantuan sosial melalui Program Keluarga Harapan (PKH) tahap II sebesar Rp7 triliun bulan ini. Harapannya, stimulus ini bisa menjaga daya beli masyarakat dan menekan persoalan ekonomi di tengah pengendalian covid-19.


Jika ada pelaku UMK yang masalahnya sudah tidak bisa diselesaikan lewat mekanisme ekonomi sehingga mereka harus digolongkan ke dalam kelompok miskin baru. Pada tahap bertahan di pandemi covid-19, mereka didorong untuk masuk ke program perluasan jaminan sosial, termasuk dua program jaring pengaman sosial berupa Kartu Prakerja dan dana desa. Pemerintah mensegerakan Kartu Prakerja. Syarat peserta Kartu Prakerja adalah WNI usia 18 tahun ke atas dan tidak sedang bersekolah/kuliah. Awalnya, program diprioritaskan untuk pengangguran muda. Namun untuk merespon covid-19, program diprioritaskan juga bagi pekerja dan pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak. Orang yang sudah bekerja, karyawan dan korban PHK juga boleh mendaftar program Kartu Prakerja. Namun, prioritas tetap diberikan pada pengangguran muda dan pekerja maupun pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak covid-19. Namun begitu disaat masa pandemi covid-19 ini rakyat butuh uang untuk membeli makan dan kebutuhan pokok lainnya, bukan pelatihan apalagi pelatihan online. Program Kartu Prakerja dinilai tidak membantu para pekerja yang terkena PHK. Mereka tidak membutuhkan pelatihan, tetapi kebutuhan pokok untuk bertahan hidup.


Selanjutnya usaha yang bisa dilakukan pemerintah selanjutnya adalah dengan memberikan bantuan. Ada sekitar 15,2 juta di antaranya adalah masyarakat yang sudah terdata sebagai penerima bantuan pangan non tunai, sementara sisanya masih dalam pendataan. Penyaluran BLT/ bantuan langsung tunai merupakan salah satu bagian dari paket stimulus lanjutan yang kini sedang dipersiapkan oleh pemerintah. Bantuan ini akan menyasar pekerja sektor informal, antara lain pekerja warung, toko kecil, pedagang di pasar, hingga pekerja harian lainnya termasuk di pusat-pusat perbelanjaan. Penyaluran bisa saja secara tunai bagi pelaku usaha mikro kecil yang tidak mempunyai rekening atau bisa juga bagi yang mempunyai rekening seperti pengendara ojek online, mereka dipastikan punya rekening, karena memang dari perusahaan mereka mewajibkan punya rekening. Diharapkan penyaluran secara tunai pun tepat sasaran dan terjadi penyelewengan. Pemerintah bisa meniru India yang kini tengah menerapkan karantina wilayah atau lockdown, memberikan bantuan bagi kaum miskin, yang dicairkan melalui transfer tunai secara langsung dan ada juga bahan pangan atau kebutuhan pokok.
Pemberian keringanan pembayaran listrik merupakan stimulus bagi UMK. Biaya listrik merupakan salah satu komponen biaya yang harus dikeluarkan oleh UMK demi menjalankan operasional bisnisnya. Apalagi kalau usaha kecil tersebut benar-benar mengandalkan listrik sebagai daya usaha yang pertama, contohnya usaha foto copy, rental komputer dan lain sebagainya. PLN memberikan keringanan tarif listrik di tengah wabah virus corona, baik untuk sektor rumah tangga maupun industri. Stimulus yang sudah ada saat ini bagi UMK untuk menekan dampak ekonomi dari covid-19 adalah keringanan pembayaran utang dan pajak.


Bansos covid-19 diberikan kepada masyarakat yang terdampak pandemi virus corona senilai Rp 600.000 per bulan. Namun berapa pun dana stimulus atau dana bansos disiapkan, kalau (pandemi) corona masih terus panjang dan virus sudah menyebar kemana-mana pasti ekonomi tidak akan kuat. Di satu sisi pemerintah melonggarkan pajak, di sisi lain belanja/pengeluaran pemerintah bertambah banyak tentu akan menjadi berat. Semua pihak harus disiplin dan tidak menganggap remeh covid-19 agar Indonesia bisa segera mengakhiri pandemi ini.

Juga baru baru ini, dalam rangka meneguhkan komitmen dan kontribusi agama dalam penanganan dan penanggulangan pandemi covid-19, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Harta, Zakat, Infak, dan Shadaqah untuk penanggulangan covid-19 dan dampaknya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrorun Niam Sholeh melalui jabar news.com, bahwa Zakat hanya diberikan kepada orang Muslim yang masuk dalam delapan asnaf, salah satunya adalah pejuang di jalan Allah (fi sabilillah). Para tenaga medis dan relawan yang bekerja keras untuk menyelamatkan para penderita covid-19 serta menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam membantu orang orang yang terdampak dalam memenuhi kebutuhan hidup sangat membutuhkan APD, masker, serta sejumlah dana tunai, dan pemanfaatan harta, zakat, infak, dan shadaqah menjadi salah satu solusinya.

Ditulis oleh 1*Rika Desiyanti, SE., M.Si., Ph.D (Cand), 2*Rini Elvira, SE., M.Si
1*Dosen FEB Universitas Bung Hatta Padang 2*Dosen FEBI IAIN Bukittinggi
Tanggal publikasi 25 Juni 2020
Tulisan yang sama telah terbit tanggal 14 Mei, 2020 di https://suarabutesarko.com